Berbicara
mengenai ketaatan total, Tuhan pernah benar – benar menguji aku dalam hal ini
beberapa kali. Berjalan di dalam ketaatan total kepada Tuhan, bagi aku bukanlah
sebuah perkara mudah. Karena tidak bisa dipungkiri kedagingan dan pikiran
terkadang berkecamuk. Dilalui dengan airmata, korban perasaan juga, serta
berbagai tekanan demi tekanan yang datang dari sekeliling aku. Disini aku akan
membagikan beberapa kesaksian dalam hidupku, yang menurutku cukup berkesan
dalam hidup aku. Aku akan membagikan-nya dalam beberapa bagian.
Ketaatan ku kepada Tuhan di
uji untuk pertama kalinya (Bagian pertama)
Saat itu kira – kira sekitar tahun
1999 dan aku masih duduk dibangku SMP (Sekolah Menengah Pertama). Saat itu bisa
dikatakan aku baru saja mengalami kasih mula – mula kepada Tuhan Yesus. Aku
baru saja di baptis tahun 1998 dan belum genap 1 (satu) tahun aku dibaptis,
disitulah untuk pertama kalinya iman aku benar – benar di uji.
Aku bukan berasal dari keluarga yang
percaya kepada Kristus. Keluargaku menganut kepercayaan menyembah patung dewa –
dewi. Menurut tradisi mereka, dalam setiap tahunnya ada yang namanya sembahyang kubur atau leluhur. Disetiap
tahunnya biasanya sembahyang kubur ini dilakukan hanya oleh Papaku dan adiknya
tanpa mengajak seluruh keluarga. Mereka menyembahyangi orang tuanya yang telah
meninggal beberapa tahun silam. Tetapi tidak pada tahun 1999. Kala itu Papa-ku
secara tiba – tiba mengajak seluruh keluarga, baik seluruh keluarganya maupun
seluruh keluarga adiknya. Ini untuk pertama kalinya seluruh keluarga diminta
ikut. Waktu aku mendengar hal itu, aku cukup terkejut dan langsung masuk ke
kamar. Di dalam kamar pikiranku mulai berkecamuk, “Ooo…Tuhan…bagaimana ini..??
Aku sudah dibaptis dan aku tahu kalau orang yang sudah dibaptis tidak boleh
lagi menyembah berhala..!!”, “Tuhan, aku ga mau ikut sembahyang..!”, “Tuhan,
tolong aku..!!”, seru aku kepada Tuhan kala itu. Masa untuk pergi sembahyang
kubur masih ada beberapa hari, dan aku masih punya waktu bergumul kepada Tuhan
tentang antara keluarga dan Tuhan, mana yang harus aku pilih. Aku saat itu
masih dapat dikatakan sebagai bayi rohani yang baru lahir, tapi sudah harus
dihadapkan kepada tantangan seperti ini. Aku sempat tawar – menawar dengan
dengan Mamaku, sebab aku tidak berani bicara langsung dengan Papaku, karena aku
tahu bagaimana temperamen Papaku. Mamaku mengatakan bahwa aku harus ikut, dan
tidak ada salahnya aku ikut sembahyang karena hanya sebentar saja, dan juga
mengatakan kalau sepupuku juga ikut. Sedikit informasi, sepupuku ini, dia masih
baru di dalam Tuhan, belum ada setahun dia mengenal Tuhan dan belum sampai
tahap dibaptis seperti aku. Secara manusia aku sempat berharap kalau sepupuku
bisa sejalan dengan aku pikirannya, yang dimana barang siapa yang sudah mengenal
Kristus, dia tidak lagi melakukan penyembahan berhala. Mengenai keikut-sertaan
1 (satu) keluarga ini untuk sembahyang kubur, benar – benar menguji iman dan
ketaatanku kepada Yesus.
Aku terus berdoa dan bergumul berharap mujizat dapat
terjadi. Tetapi apa yang terjadi? Sampai hari H-nya tidak ada terjadi mujizat
apapun untuk aku dapat batal ikut. Akhirnya aku pun ikut ke tempat sembahyang
kubur. Dari mulai perjalanan sampai ditempat tujuan di Cilincing – Jakarta
Utara, tak henti - hentinya aku berdoa terus kepada Tuhan. “Tuhan, aku tidak
mau ikut sembahyang…!! Tuhan, kalau Kung-Kung dan Pho-Pho aku baru meninggal
hari ini, okelah aku ikut sembahyang, tidak apa-apa sebagai penghormatan
terakhir, tapi ini kaaaan…. mereka meninggal sudah beberapa tahun lalu, bahkan
Kung-Kung meninggal sebelum aku lahir….jadi tidak mungkinlah aku sembahyangi
mereka…!!” seru aku kepada Tuhan di dalam batin. Di dalam setiap seru ku, aku
tidak mendengar Tuhan menjawab ku. Ha.ha.ha…J mungkin bukan Tuhan tidak
menjawab tetapi mungkin karena aku belum mengerti bagaimana mendengar suara
Tuhan.
Setibanya disana, sambil menunggu
mereka menyiapkan meja sesaji, aku senantiasa keluar dari ruangan, tetapi
selalu dicari dan disuruh masuk…ha.ha.ha… Perasaan aku saat itu sudah campur
aduk seperti permen Nano – Nano. Hingga akhirnya semua telah siap tersaji. Kami
semua diminta untuk berdiri sejajar dihadapan meja sesaji dan foto orang yang
hendak disembahyangi. Aku melihat raut muka Papa ku sudah mulai tampak kesal
karena tingkah laku aku yang keluar masuk ruangan. Papa aku mulai membagikan
hio-nya kepada kami semua tanpa terkecuali. Otomatis hio tersebut pun ada di
tanganku juga. Perasaanku semakin campur aduk tidak karuan kala itu, sambil
berkata kepada Tuhan di dalam hati, “Tuhan, aku tidak mau sembahyangi Kung -
Kung dan Pho – Pho, Tuhan…tolong aku dan kuatkan aku..!”. Akhirnya Papa aku
memberi komando untuk memulai ritual sembahyangnya kepada kami semua. Saat itu
aku masih berpikir bahwa sepupuku juga akan seperti aku untuk tidak ikut melakukan
ritual sujud sembah, tapi ternyata…. Saat mereka mulai membungkukkan badan,
hanya aku seorang yang terlihat masih berdiri tegak tanpa ikut sujud sembah dan
sepupuku akhirnya memilih ikut bersujud sembah. Dan Papa aku tahu bahwa aku
hanya terpaku diam ditempat tanpa mengikuti gerakan demi gerakan seperti yang
mereka lakukan untuk menyembahyangi leluhurnya. Otomatis terlihat sangat jelas
raut muka Papa aku yang tampak menahan marahnya terhadap aku saat dia mengambil
kembali hionya dari tangan aku. Dan aku pun hanya dapat menahan tangis ku
sambil berkata kepada Tuhan di dalam hati, “Tuhan, aku telah memilih-Mu, terima
kasih untuk penyertaan dan kekuatan yang Kau berikan. Tuhan, aku tidak ikut
sembahyang. Tuhan, tolong aku karena Papa tampak marah sekali sama aku.”
Setelah ritual sembahyang selesai,
mereka kembali merapikan semua meja sesaji dan bersiap untuk pulang.
Oh…God…terlihat sekali muka Papa aku yang menahan marah kepadaku. Sepanjang
perjalanan pulang ke rumah, Papa hanya terdiam, tidak berbicara apa – apa. Dan
setelah itu, apa yang terjadi? Papa benar – benar memulai aksi marahnya kepada
aku +/- selama 2 bulan. Papa tidak mau bicara kepada aku selama 2 bulan itu.
Setiap kali aku pamit keluar rumah, pamitan aku tidak pernah dijawabnya. Setiap
aku mencoba Tanya sesuatu, tidak dijawabnya pertanyaanku. Setiap ada telepon
masuk untuk aku, Papa memanggilku dengan suara yang keras layaknya orang marah.
Selama 2 bulan itu juga aku sempat terintimidasi, tapi puji nama Tuhan, Dia
senantiasa meneguhkan aku bahwa apa yang telah aku lakukan adalah benar. Dan
apa yang aku alami selama 2 bulan itu menjadi sebuah harga mahal yang harus aku
bayar untuk sebuah ketaatan aku kepada Tuhan. Puji Tuhan, setelah 2 bulan Papa
perlahan – lahan sudah dapat menerima apa yang telah terjadi. Papa sudah mulai
mau menjawab pamitan aku bila aku hendak keluar rumah dan aku melihat
kemarahannya berangsur – angsur mulai reda. Puji Tuhan doa aku mengubah
atmosfir rumah, khususnya Papa.
Aku secara pribadi menganggap bahwa
kejadian ini merupakan suatu pengalaman yang sangat berharga dan tidak dapat
aku lupakan. Mengapa? Karena peristiwa ini terjadi saat dimana aku masih sangat
bayi rohani, usia aku saat itu baru mau beranjak 15 tahun, belum genap 1 tahun
dibaptis dan tidak sempat berkonsultasi dengan kakak – kakak rohani di gereja
mengenai masalah yang aku hadapi ini. Tapi Tuhan menyertai aku dan menguatkan
aku sehingga aku tahu keputusan yang harus aku ambil, yaitu memilih untuk taat
kepadaNya.
Yohanes
14:15 berkata,
"Jikalau
kamu mengasihi Aku, kamu akan menuruti segala perintah-Ku.”
Ya Tuhan Yesus ku, Engkau yang
telah memilih Aku,
Engkau yang telah menjadi
Juruselamat ku,
Ya aku mengasihi-Mu dan aku
mau menuruti segala perintah-Mu.
Terima kasih Engkau telah
menjadi Tuhan dan Raja dalam hidupku.
Amin
Dari peristiwa ini, ada berkat yang
aku terima setelahnya dan aku menyakininya sebagai pembelaan Tuhan atas
ketaatan hidupku kepadaNya. Berkat tersebut adalah (1) sembahyang kubur itu
ternyata menjadi sembahyang kubur yang terakhir, hingga hari ini aku tidak tahu
mengapa hal itu terjadi dan aku pun tidak pernah bertanya kepada Papa aku
mengenai hal ini. Aku tidak tahu dan tidak mau tahu, yang hanya aku tahu adalah
tahun – tahun berikutnya tidak pernah ada lagi yang namanya pergi untuk sembahyang
kubur. Haleluya..!! (2) Orang tua aku sudah dapat menerima bahwa aku adalah
seorang Kristen, yang sudah dibaptis dan tidak memakan makanan sembahyangan.
Jadi setiap kali mereka ada sembahyangan rutin dirumah setiap bulannya yang
menggunakan kue atau buah – buahan, mereka akan memisahkannya untuk aku antara
kue atau buah – buahan yang menjadi sembahyangan dan yang bukan. Tentunya yang
bukan untuk sembahyangan adalah jatah untuk aku…ha.ha.ha…terpujilah nama Tuhan
Yesus…Amiiiin…!!!
Mazmur 37:5 - 6
Serahkanlah
hidupmu kepada TUHAN
dan percayalah
kepada-Nya,
dan Ia akan
bertindak;
Ia akan
memunculkan kebenaranmu seperti terang,
dan hakmu seperti
siang.
0 comments:
Post a Comment